Lebaran Idul Adha si Kakek
"Apa kakek tidak kangen sama
nenek?"
"setiap saat" ia pun
merubah posisi duduknya dan menatap serius.
"ketika malam datang selalu
terekenang almarhumah nenek"
suara dengus nafas terbuang
baberegan dengan mata yang nanar dan emosi kesedihan yang tertahan.
"kalau kakek sedih sudah
tidak usah dilanjutkan kek ceritanya" menangkap raut kesediahan yang dalam
di mata sang kakek.
sudah 1 tahun ini kakek tinggal
sendirian di kampung, anak-anak beliau merantau di kota, dan seperti biasa
setiap tahun pula si kakek berada di depan rumah saat hari raya seperti ini,
namun kali ini berbeda, iya, kakek benar-benar Sendiri, sepeninggalan nenek
setahun yang lalu, banyak yang berubah dari kakek, orang bilang beliau gila,
saat malam, tetangga-tetangga sering mendapatinya berada di teras rumah sedang
berbicara sendiri, bahkan tidak jarang gunjingannya tidak saja melulu
membicarakan tabiatnya yang menjadi aneh, tapi juga perihal wataknya dulu
ketika muda, kakek dulu dikenal sebagai penjudi, kalau dilihat kakek bukanlah
orang berada saat itu, walaupun secara garis keturunan beliau adalah cucu dari
kaya bahkan sauadara-saudara beliau banyak yang menjadi lurah di kampung,
seperti sudah lazimnya ketika seseorang berjudi maka keluargalah yang menjadi
korban, pernah suatu ketika anak
pertamanya merantau di kota, ia kirimi uang untuk kebutuhan ibunya di kampung
yang sudah hamil tua, tapi oleh kakek uang kiriman tersebut malah dijadikan
modal untuk berjudi, bisa ditebak bagaimana marahnya si anak, mungkin karena
perilaku jeleknya itu pula anak-anak si kakek menjadi acuh,
"kalau nenek mau ikut
ngobrol, ngobrol aja nek, tidak usah berisik" ujarnya setelah mendenger
suara benda jatuh di dapur.
saya tahu itu berasal dari
perkakas dapur yang beradu, entah dengan apa, tapi ini sedikit membenarkan apa
yang orang-orang bicarakan kalau kakek sering berbicara sendiri.
"tidak ada orang didalam
kek" saya coba menjelaskan.
"kakek tau, tapi hanya ini
yang bisa menghilangkan rasa kengen kakek sama nenek"
pernah juga suatu ketika saya
mendapati kakek sedang makan, tak sengaja ia menjatuhkan piringnya, tapi yang
membuat heran ia berbicara seolah nenek datang dan ingin disuapi seperti ketika ia masih hidup dulu.
"kakek kangen sama nenek,
sering kakek memohon supaya agar cepat dipertemukan dengan nenek, hanya itu
permohonan kakek"
"tapi kek," belum saya
melanjutkan terlihat air mata keluar dari mata kakek,
"kakek tahu kematian adalah
rahasia yang di atas, tapi hidup sendirian juga bukan hal yang mudah, anak-anak
kakek entah sekarang di mana, kakek ikhlas, mungkin ini bisa menebus dosa-dosa
kakek" tak bisa membendung air matanya.
memang hampir 10 tahun kakek hanya
hidup berdua dengan nenek, setiap tahun tidak ada satupun anak yang pulang
menjenguk atau sekedar bercerita mengenai cucu-cucu mereka, dan setelah nenek
meninggal setahun yang lalu, tahun ini adalah tahun yang sangat membuatnya
sedih, ini terlihat dari tetesan air matanya.
"kakek ini hari raya, kakek
tidak boleh nangis, ini ada sedikit daging kurban untuk kakek" saya
sodorkan kresek warna hitam berisi daging yang sudah dicacah,
"Terimakasih, mudah-mudahan
adik mendapatkan balasan dari Allah" ujarnya, lalu berlalu masuk ke dalam
rumah.
di dalam terdengar kakek seperti
berbicang-bincang, dan ketika saya akan beranjak, suara perempuan tua terdengar
sayup dari dalam rumah kakek "terimakasih ya dik"
jakarte, 16 Oktober 2013
TERIMAKASIH KRITIK DAN SARAN-SARANNYA
:)
Komentar
Posting Komentar