jangan ragu surga itu ada
Sedari kecil ketika saya baru mengenal Islam "walaupun hanya pada sekitaran sholat wajib", saya selalu disodorkan pada konsekuensi mengenai akibat dari perbuatan buruk dan perbuatan baik, dari sinilah saya diperkenalkan dengan yang namanya surga dan neraka. gambaran surga yang tergambar waktu itu adalah fantasi anak-anak yang mengambarkan surga sebagai tempat yang penuh dengan kesenangan, apapun tersedia, segala keinginan juga bisa terpenuhi, dan neraka adalah kebalikannya, gambaran neraka sebagai tempat penyiksaan dengan bara api, dan gambaran peyiksaan lainya, saya terima sesuai porsi saya sebagai anak-anak.
Seiring berjalannya waktu dan apa yang menjadi "keislaman" saya semakin tertanam, saya makin mencari kebenaran surga dan neraka. diawali dengan pondasi dasar bahwa kehidupan di dunia ini adalah sementara. saya mencari dan terus mencari. hingga akhirnya saya sampai pada sutu titik bahwa surga itu memang benar-benar ada bahkan bisa dirasakan di dunia ini, dunia yang terasa nyata tetapi buat saya hanyalah kamuflase dari dunia yang sebenarnya yaitu akhirat, kalau memang betul surga itu ada bahkan bisa dirasakan di dunia terus di mana surga itu berada?
Sebagian orang mungkin memaknai "surga dunia" adalah bentuk kenikmatan dan kesenangan yang bisa dinikmati di dunia, saya rasa ada benarnya namun dari pernyataan ini juga seseorang bisa melenceng jauh pada kodratnya untuk senantiasa menjauhi larangan-larangan Agama. dan dari pemaknaan kesenangan yang beragam, seseorang juga bisa menikmati surga sesungguhnya tanpa melanggar apa yang diperintahkan Agama. terus seperti apa surga yang ada di dunia ini?, jika ingin menjawab pertanyaan ini, saya jawab terlebih dahulu pertayaan di mana surga itu berada?
"surga ada di bawah telapak kaki ibu" pernahkah anda mendengar ucapan demikian? ucapan yang sering didengar pada suatu pengajian atau mendengar dari sosok lembut seorang ibu ketika kita berbuat salah dan membuat marah ibu kita, atau juga keluar ketika kita membuatnya menangis karena bangga. Benarkah surga ada di bawah telapak kaki ibu, terkadang pertanyaan ini berulang muncul karena hal ini justru menjadi guyonan dengan benar-benar memaknai kata-kata tersebut secara harfiah. atau juga anda pernah mendengar sebuah hadits:
"surga ada di bawah telapak kaki ibu" pernahkah anda mendengar ucapan demikian? ucapan yang sering didengar pada suatu pengajian atau mendengar dari sosok lembut seorang ibu ketika kita berbuat salah dan membuat marah ibu kita, atau juga keluar ketika kita membuatnya menangis karena bangga. Benarkah surga ada di bawah telapak kaki ibu, terkadang pertanyaan ini berulang muncul karena hal ini justru menjadi guyonan dengan benar-benar memaknai kata-kata tersebut secara harfiah. atau juga anda pernah mendengar sebuah hadits:
الجنة تحت أقدام الأمهات ، من شئن أدخلن ، و من شئن أخرجن
Surga berada di bawah telapak kaum ibu. Barangsiapa dikehendakinya maka dimasukannya, dan barangsiapa dikehendaki maka dikeluarkan darinya Walaupun ternyata hadits di atas adalah hadits maudhu' (palsu). ternyata dalam suatu riwayat yang di keluarkan oleh Imam Nasa'i dan Thabrani dengan sanad hasan, yaitu kisah seseorang yang datang menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam seraya meminta izin untuk ikut andil berjihad bersama beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bertanya, Adakah engkau masih mempunyai ibu? Orang itu menjawab, Ya, masih. Beliaupun kemudian bersabda,
فالزمها فإن الجنة تحت رجليها
lihat juga di:
http://www.perpustakaan-islam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=98:hadits-surga-di-bawah-telapak-kaki-ibu&catid=37:hadits
Memaknai kalimat tersebut dengan mentah-mentah hanya akan membawa anda pada ringkikan dan deretan gigi dengan gelak tawa yang tak akan membuat anda menjadi sesorang yang lucu justru sebaliknya. jika kita memaknaiya lebih dalam, maka memang benar surga ada di telapak kaki ibu, dan bentuk pengabdian dan kasih kita kepada beliaulah cara mendapatkannya.
Bayangkan saja, jika beliau yang selama 9 bulan membawa kita kemanapun dengan susah payah, dengan proses kelahiran yang juga tidak kalah susah payahnya karena nyawa beliau menjadi taruhannya. senantiasa ikhlas tanpa mengharapkan pamrih, ketika terlahir di dunia ini belaiu sambut dengan senyum dan peluk hangat, dengan berbagai harapan dan doa, beliau merawat dan mendidik dengan penuh kasih sayang, tak kenal waktu dan cuaca, ketika beliau harus terlelap tidur karena lelah, terjaga tidurnya karena suara tangis yang entah karena apa, dan rela ketika hujan ataupun larut keluar untuk mencari bubur atau susu hanya untuk supaya tidak menangis, menjadi panik ketika didapati sang buah hati sakit, menyekolahkan dan mengantar ketika pertama kali ke sekolah, dan tetap merawat kita hingga beranjak dewasa. Disela-sela kewajibannya sebagai seorang isteri hingga dewasa-pun masih memperhatikan kita. menasehati kita dan membimbing, yang seringkali malah kita anggap sebagai tindakan yang berlebihan dan mau ikut campur urusan.
Setelah kita dewasa dan ibu kita mulai tumbuh uban di rambutnya, kita malah meninggalkan dengan alasan kemandirian, mengejar cita-cita dan seribu alasan yang justru memisahkan kita dengan beliau. mendapati hal baru, teman baru dan pasangan yang diidamkan, membuat kita larut akan kewajiban kita untuk sekedar bertatap muka, memijat lengan dan kakinya yang selama ini telah membesarkan dan merawat kita dengan kasih sayang, semuanya terasa cukup dan terbayar ketika kita bertemu beliau di hari raya dengan membelikan baju baru, mukenah baru, dan beberapa lembar uang yang beliau sambut dengan suka cita dan kecupan hangat di kenin kita. terbesit senyum di sela-sela wajahnya yang mulai menua, kebanggan luar biasa yang tercermin dari sosok seorang ibu yang membesarkan kita.
Makin dewasa dan setelah menemukan dambaan hati,cita-cita dan tujuan hidup yang selama ini diperjungkan. kita makin larut pada tujuan hidup kita, sedikit-demi sedikit, lupa bahwa kita punya orang tua, dan ketika masalah menghampiri barulah tersadar dan kembali pada orang tua kita, ibu kita menyambutnya dengan penuh kasih seperti halnya ketika beliau menyambut kita ketika pertama kali hadir di dunia, hanya dengan bermodal kata "maafkan saya ibu" kita kembali disambut. Benar sebuah ungkapan "kasih ibu sepanjang masa", ibu kita akan selalu ada bagaimanapun sifat dan kelakuan kita, akan membela dan melindungi kita apapun yang telah kita lakukan.
Setelah kita dewasa dan ibu kita mulai tumbuh uban di rambutnya, kita malah meninggalkan dengan alasan kemandirian, mengejar cita-cita dan seribu alasan yang justru memisahkan kita dengan beliau. mendapati hal baru, teman baru dan pasangan yang diidamkan, membuat kita larut akan kewajiban kita untuk sekedar bertatap muka, memijat lengan dan kakinya yang selama ini telah membesarkan dan merawat kita dengan kasih sayang, semuanya terasa cukup dan terbayar ketika kita bertemu beliau di hari raya dengan membelikan baju baru, mukenah baru, dan beberapa lembar uang yang beliau sambut dengan suka cita dan kecupan hangat di kenin kita. terbesit senyum di sela-sela wajahnya yang mulai menua, kebanggan luar biasa yang tercermin dari sosok seorang ibu yang membesarkan kita.
Makin dewasa dan setelah menemukan dambaan hati,cita-cita dan tujuan hidup yang selama ini diperjungkan. kita makin larut pada tujuan hidup kita, sedikit-demi sedikit, lupa bahwa kita punya orang tua, dan ketika masalah menghampiri barulah tersadar dan kembali pada orang tua kita, ibu kita menyambutnya dengan penuh kasih seperti halnya ketika beliau menyambut kita ketika pertama kali hadir di dunia, hanya dengan bermodal kata "maafkan saya ibu" kita kembali disambut. Benar sebuah ungkapan "kasih ibu sepanjang masa", ibu kita akan selalu ada bagaimanapun sifat dan kelakuan kita, akan membela dan melindungi kita apapun yang telah kita lakukan.
Hanya bentuk pengabdian dan membuatnya banggalah cara untuk mendapatkan surga di duni ini. surga yang menurut saya betul-betul bisa dirasakan di dunia, surga karena ridho dan keihlasan ibu dan ayah kita, apapun yang melandasi cita-cita dan tujuan hidup kita senantiasa disandarkan keyakinan bahwa hidup kita untuk membuat bangga keduanya, ibu dan ayah kita, maka apapun yang kita lakukan akan berbauh kesenangan dan kenikmatan, kita menjalani hidup untuk beliau yang memberikan kasih sayang kepada kita. ini yang saya maksud sebagai surga di dunia, kenikmatan tiada tara ketika harus membawa kabar dan memberikan kebanggan hingga ia menitikan air mata.
Komentar
Posting Komentar